Senin, 25 April 2011

Peran kalsium dan Vitamin D pada Metabolisme Tulang

Tulang merupakan jaringan ikat khusus yang bersama-sama dengan tulang rawan membentuk sistem rangka (skeletal). Fungsi utama jaringan tulang ada 4, yaitu :
1. Fungsi mekanik, sebagai penyokong tubuh dan tempat melekat jaringan otot untuk pergerakan. Dalam sistem gerak, otot dikenal sebagai alat gerak aktif, sedangkan tulang dan rangka sebagai sistem gerak pasif
2. Fungsi protektif, melindungi berbagai alat vital dalam tubuh dan juga sumsum tulang.
3. Fungsi metabolik, sebagai cadangan dan tempat metabolisme berbagai mineral terutama kalsium dan fosfat.
4. Fungsi hemopoetik, yaitu tempat berlangsungnya proses hemopoesis.

Secara anatomik, tulang dapat dibagi atas 2 kelompok, yaitu tulang pipih (tulang-tulang kepala, skapula, mandibula, ileum dsb) dan tulang panjang (femur. humerus, tibia,fibula dsb).
Matriks tulang yang telah mengalami kalsifikasi, secara metabolik tetap aktif didalamnya terdapat osteosit yang terbenam didalam ruang-ruang kecil yang disebut lakuna osteositik yang jumlahnya mencapai 25 .000/mm3 tulang.
Kalsium dan vitamin D mempunyai peran yang sangat besar pada proses mineralisasi tulang. Defisiensi kalsium dan vitamin D akan menyebabkan osteomalasia.

KALSIUM
Tubuh orang dewasa diperkirakan mengandung 1000 gram kalsium. Sekitar 99% kalsium ini berada didalam tulang dalam bentuk hidroksiapatit dan 1% lagi berada didalam cairan ekstraseluler dan jaringan lunak. Didalam cairan ekstraseluler, konsentrasi ion kalsium (Ca 2+) adalah 10-3 M, sedangkan didalam sitosol 10-6 M.
Kalsium memegang 2 peranan fisiologik yang penting didalam tubuh. Didalam tulang, garam-garam kalsium berperan menjaga integritas struktur kerangka, sedangkan didalam cairan ekstraseluler dan sitosol, Ca 2+ sangat berperan pada berbagai proses biokimia tubuh. Kedua kompartemen tersebut selalu berada dalam keadaan yang seimbang.
Didalam serum, kalsium berada dalam 3 fraksi, yaitu Ca 2+ sekitar 50%, kalsium yang terikat albumin sekitar 40% dan kalsium dalam bentuk kompleks, terutama sitrat dan fosfat adalah 10%. Kalsium ion dan kalsium kompleks mempunyai sifat dapat melewati membran semipermeabel, sehingga akan difiltrasi di glomerulus secara bebas. Reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal terutama terjadi di tubulus proksimal, yaitu sekitar 70%, kemudian 20% di ansa Henle dan sekitar 8% di tubulus distal. Pengaturan ekskresi kalsium di urin, terutama terjadi di tubulus distal. Sekitar 90% kalsium yang terikat protein, terikat pada albumin dan sisanya terikat pada globulin. Pada pH 7,4, setiap gr/dl albumin akan mengikat 0,8 mg/dl kalsium. Kalsium ini akan terikat pada gugus karboksil albumin dan ikatannya sangat tergantung pada pH serum. Pada keadaan asidosis yang akut, ikatan ini akan berkurang, sehingga kadar Ca + akan meningkat, dan sebaliknya pada alkalosis akut.
Secara fisiologik, Ca 2+ ekstraseluler memegang peranan yang sangat penting, yaitu :
a. Berperan sebagai kofaktor pada proses pembekuan darah, misalnya untuk faktor VH, IX, X dan protrombin.
b. Memelihara mineralisasi tulang.
c. Berperan pada stabilisasi membran plasma dengan berikatan pada lapisan fosfolipid dan menjaga permeabilitas membran plasma terhadap ion Na+. Penurunan kadar Ca2+ serum akan meningkatkan permeabilitas membran plasma terhadap Na+ dan menyebabkan peningkatan respons jaringan yang mudah terangsang.

Kadar Ca2+ didalam serum diatur oleh 2 horrnon penting, yaitu PTH dan 1,25(OH)2 Vitamin D. Didalam sel, pengaturan homeostasis kalsium sangat kompleks.Sekitar 90-99% kalsium intraseluler, berada didalam mitokondria dan mikrosom. Rendahnya kadar Ca 2 didalam sitosol, diatur oleh 3 pompa yang terletak pada membran plasma, membran mikrosomal dan membran mitokondria yang sebelah dalam. Pada otot rangka dan otot jantung, kalsium berperan pada proses eksitasi dan kontraksi jaringan tersebut. Pada otot rangka, mikrosom berkembang sangat baik menjadi retikulum sarkoplasmik dan merupakan gudang kalsium yang penting didalam sel yang bersangkutan. Depolarisasi membran plasma akan diikuti dengan rnasuknya sedikit Ca 2+ ekstraseluler kedalam sitosol dan hal ini akan mengakibatkan terlepasnya Ca 2+ secara berlebihan dari retikulum sarkoplasmik kedalam sitosol. Kemudian Ca 2+ akan berinteraksi dengan troponin yang akan mengakibatkan interaksi aktin-miosin dan terjadilah kontraksi otot. Proses relaksasi otot, akan didahului oleh reakumulasi Ca 2+ oleh vesikel retikulum secara cepat dari dalam sitosol, sehingga kadar Ca 2+ didalam sitosol akan kembali normal.
Sel utama kelenjar paratiroid sangat sensitif terhadap kadar Ca 2+ didalam serum. Peran PTH pada reabsorpsi Ca di tubulus distal, resorpsi tulang dan peningkatan absorpsi kalsium di usus melalui peningkatan kadar 1,25(OH)2Vitamin D, sangat penting untuk menjaga stabilitas kadar Ca 2+ didalam serum. Selain itu, peningkatan PTH akan menurunkan renal tubular phosphate threshold (TmP/GFR) sehingga fosfat yang diserap dari usus dan dimobilisasi dari tulang akan diekskresi oleh ginjal.

VITAMIN D
Vitamin D diproduksi oleh kulit melalui paparan sinar matahari, kemudian mengalami 2 kali hidroksilasi oleh hepar dan ginjal. menjadi vitamin D yang aktif, yaitu 1,25- dihidroksivitamin D [ 1,25 (OH)2D].
Akibat paparan sinar matahari, provitamin D3 (7-dehidrokolesterol, 7-DHC), akan menyerap radiasi ultraviolet B (UVB) sinar matahari pada tingkat energi 290-315 nm, dan berubah menjadi previtamin D3. Sekali terbentuk, previtamin D3 akan mengalami isomerisasi oleh panas dan berubah menjadi vitamin D3. Kemudian vitamin D3, akan masuk kedalam sirkulasi dan berikatan dengan protein pengikat vitamin D. Pada orang kulit berwarna dan orang tua, produksi vitamin D oleh kulit akan berkurang, karena melanin merupakan penahan sinar matahari yang sangat baik, sehingga fotosintesis vitamin D akan berkurang, sedangkan pada orang tua, konsentrasi 7-DHC yang tidak teresterifikasi juga berkurang.
Sumber vitamin D dari makanan sangat jarang, hanya didapatkan dari lemak ikan dan minyak ikan. Institute of Medicine, pada 1997, merekomendasikan kebutuhan vitamin D pada bayi, anak-anak dan orang dewasa <50 tahun adalah 200 IU (5 g)/hari. Pada orang tua 51-70 tahun dan > 70 tahun, kebutuhan vitamin D masing-masing adalah 400 IU (10 g)/hari dan 600 IU (15 g)/hari. Pada wanita hamil dan laktasi, pada semua umur, kebutuhan vitamin D adalah 200 IU/hari. Pada keadaan tanpa sinar matahari, kebutuhan vitamin D pada semua umur harus ditambah 200 IU/hari. Batas atas asupan vitamin D yang direkomendasikan pada bayi adalah 1000 IU/hari dan pada usia diatas 1 tahun adalah 2000 IU/hari.
Vitamin D yang bersumber dari minyak ikan dan lemak ikan adalah dalam bentuk vitamin D3, sedangkan yang berasal dari ragi dan tanaman adalah vitamin D2. Kedua bentuk tersebut, didalam sirkulasi akan berikatan dengan protein pengikat vitamin D dan dibawa ke hepar dan dihidroksilasi oleh cytochrome P450-vitamin D-25-hydrovylase menjadi 25-hidroksi vitamin D [25(OH)D]. 25(OH)D akan masuk kedalam sirkulasi dan merupakan bentuk vitamin D yang terbesar didalam sirkulasi. Hidroksilasi vitamin D di hepar tidak diatur secara ketat, sehingga produksi yang berlebihan di kulit atau asupan yang berlebihan dari makanan akan meningkatkan kadar 25(OH)D didalm serum, sehingga kadar 25(OH)D didalain serum dapat digunakan untuk mendeteksi kecukupan, defisiensi atau intoksikasi vitamin D. 25(OH)D merupakan bentuk vitamin D yang inaktif, yang akan dibawa ke ginjal, dimana hidroksilasi yang kedua oleh cytochrome P450-monooxygenase, 25 (OH)D-l-hidroksilase, akan merubah 25(OH)D menjadi 1,25dihidroksivitamin D[1,25(OH)2D]. Secara biokimiawi, vitamin D yang telah mengalami 2 kali hidroksilasi akan lebih hidrofilik, walaupun masih sangat larut didalam lemak. Ginjal merupakan produsen utama 25 (OH)D-I-hidroksilase; produsen lainnya adalah monosit dan sel kulit. Selain itu, plasenta pada wanita hamil juga dapat memproduksi 1,25(OH)2D. Walaupun demikian, pada keadaan anefrik, ternyata produsen 25 (OH)D1-hidroksilase ekstrarenal ti
dak efektif mengatur homeostasis kalsium. Pada keadaan hipokalsemia, kadar PTH akan meningkat dan ini akan meningkatkan perubahan 25(OH)D menjadi 1,25(OH)2D. 1,25(OH) 2D juga dapat mengatur’produksinya sendiri baik secara langsung melalui umpan balik negatif produksi 25(OH)D-la-hidroksilase, maupun secara tak langsung dengan menghambat ekspresi gen PTH. Selain itu, beberapa hormon, seperti hormon pertumbuhan dan prolaktin, secara tak langsung akan meningkatkan produksi 1,25(OH)2D oleh ginjal. Pada orang tua, seringkali tedadi kegdgalan peningkatan produksi 1,25(OH)2D yang dirangsang oleh PTH, sehingga pada orang tua sering terjadi gangguan absoipsi Ca di USUS.
1,25(OH)2D akan dimetabolisme di organ targetnya (tulang dan usus) dan hati serta ginjal melalui beberapa proses hidroksilasi menjadi asam kalsitroat yang secara biologik tidak aktif Baik 25(OH)D maupun 1,25(OH)2D juga akan mengalami 24-hidroksilasi menjadi 24,25(OH)2D dan l,24,25(OH)3D yang secara biologik juga tidak aktif.
Semua organ target vitamin D, memiliki reseptor vitamin D pada inti selnya (VDR). VDR memiliki afinitas terhadap 1,25(OH)2D 1000 kali lebih besar daripada terhadap25(OH)D dan metabolit vitamin D lainnya. Setelah mencapai organ target, 1,25(OH)2D akan terlepas dari protein pengikatnya, kemudian masuk kedalaam sel dan berinteraksi dengan VDR. Kemudian kompleks 1,25(OH)2D-VDR akan berinteraksi lagi dengan retinoic acid X i-eceptor (RXR) membentuk heterodimer yang kemudian akan berinteraksi dengan vitamin D-i-esponsive element (VDRE) didalam DNA. Interaksi ini akan menghasilkan transkripsi dan sintesis MRNA baru untuk biosintesis berbagai protein, baik dari osteoblas (osteokalsin, osteopontin, fosfatase alkali) maupun dari usus (protein pengikat kalsium, calcium-binding protein, CABP). Bagian VDR yang berikatan dengan 1,25(OH)2D adalah pada daerah terminal-C, yang disebut hormone-bipiding domain, sedangkan bagian yang berikatan dengan DNA adalah pada daerah terrninal-N, yang disebut DNA -binding domain yang memiliki jari-jari Zn.
Gen VDR memiliki 9 ekson. Mutasi khusus pada ekson tersebut akan menyebabkan resistensi terhadap 1,25(OH)2D yang disebut vitamin D-dependent @-ickets type II.

FUNGSI BIOLOGIK VITAMIN D
Fungsi utama vitamin D adalah menjaga homeostasis kalsium dengan cara meningkatkan absorpsi kalsium di usus dan mobilisasi kalsium dan’ tulang pada keadaan asupan kalsium yang inadekuat.
VDR di usus terdapat pada seluruh dinding usus halus, dengan konsentrasi tertinggi didalam duodenum. 1,25(OH)2D berperan secara langsung pada masuknya kalsium kedalam sel usus melalui membran plasma, meningkatkan gerakan kalsium melalui sitoplasma dan keluamya kalsium dari dalam sel melalui membran basilateral ke sirkulasi. Mekanisme yang pasti dari proses ini belum diketahui secara pasti, walaupun telah diketahui bahwa 1,25(OH)2D akan meningkatkan produksi dan aktifitas CABP, fosfatase alkali, ATPase, brush-border actin, kalmodulin dan brush-border protein. CABP merupakan protein utama yang berperan pada fluks Ca melalui mukosa gastrointestinal.
Di tulang, 1,25(OH)2D akan menginduksi monocytic stem cells di sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi osteoklas. Setelah berdifirensiasi menjadi osteoklas, sel ini akan kehilangan kemampuannya untuk bereaksi terhadap 1,25(OH),D. Aktifitas osteoklas akan diatur oleh 1,25(OH)2D secara tidak langsung, melalui osteoblas yang menghasilkan berbagai sitokin dan hormon yang dapat mempengaruhi aktifitas osteoklas. 1,25(OH)2D juga akan meningkatkan ekspresi fosfatase alkali, osteopontin dan osteokalsin oleh osteoblas. Pada proses mineralisasi tulang, 1,25(OH)2D berperan menjaga konsentrasi Ca dan P didalwn cairan ekstraseluler, sehingga deposisi kalsium hidroksiapatit pada matriks tulang akan berlangsung dengan baik.
Di ginjal, 1,25(OH)2D, melalui VDR-nya berperan mengatur sendiri produksinya melalui umpan-balik negatif produksinya dan menginduksi metabolisms hortnon ini menjadi asam kalsitroat yang inaktif dan larut didalam air.
Beberapa jaringan dan sel lain yang bersifat nonkalsemik, juga diketahui memiliki VDR, misalnya sel tumor. Paparan 1,25(OH)2D pada sel tumor yanc, memiliki VDR, akan menurunkan aktifitas proliferasinya dan juga diferensiasinya. Walaupun demikian, penggunaannya sebagai obat kanker tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.

PERAN KALSIUM DAN VITAMIN D PADA PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS
Suplementasi kalsium sangat penting diberikan pada penderita osteoporosis, terutama bila asupan kalsiumnya kurang dari 600 mg/hari atau pada wanita pasca menopause.. Pemberian kalsium 1000-1500 mg/hari merupakan langkah awal yang baik dalam penatalaksanaan osteoporosis.
Vitamin D juga sangat penting bagi tulang yang sehat. Pada orang tua, pembentukan vitamin D dikulit terganggu, sehingga asupan minimal 400 U/hari sangat penting. Defisiensi vitamin D juga harus diperhatikan pada penderita-penderita SLE yang memiliki gejala fotosensitifitas, sehingga harus menghindari sinar matahari. Apalagi penderita SLE juga harus mendapat terapi glukokortikoid jangka panjang.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah menghindari ekskresi kalsium lewat ginjal yang berlebihan dengan cara membatasi asupan Natrium sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal. Bila ekskresi kalsium urin > 300 mg/hari, dapat diberikan diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari).
Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid jangka panjang, harus diusahakan pemberian glukokortikoid pada dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin. Bila perlu, dapat diberikan derivat prednison yang diduga mempunyai efek samping terhadap tulang yang lebih ringan daripada steroid lain, yaitu deflazacort. Obat ini mempunyai efek anti-inflamasi 80% dari prednison dan menghambat absorpsi kalsium di usus dan formasi tulang, tetapi lebih lemah dibandingkan prednison.

KEPUSTAKAAN
1. Isbagio H. Beberapa Aspek Perkembangan Terbaru di bidang Reumatologi. Dalam: Sudoyo AW, Markum HMS et al (eds). Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 1998. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM 1998:137-54.
2. Canalis E. Regulation of Bone Remodeling. In: Favus MJ (ed). Primer on the Metabolic Bone Diseases and Disorders of Mineral Metabolism. 3′d edition. Lippincott-Raven Publ 1996:29-34.
3. Broadus AE. Mineral balance and homeostasis. In: : Favus MJ (ed). Primer on the Metabolic Bone Diseases and Disorders of Mineral Metabolism. 4 th edition. Lippincott-Raven Publ 1999:74-80.
4. Hollick MF. Vitamin D: Photobiology, Metabolism, Mechanism of action, and clinical aplication. In : Favus MJ (ed). Primer on the Metabolic Bone Diseases and Disorders of Mineral Metabolism. 4 h edition. Lippincott-Raven Publ 1999:92-8. -
5. Riggs B, Khosla S, Melton J. A Unitary model for involutional osteoporosis: Estrogen deficiency causes both type 1 and type II osteoporosis in postmenopausal women and contributes to bone loss in aging men. J Bone Miner Res 1998; 1 3:763-73.
6. Frost HM. On the Estrogen-Bone Relationship and Postmenopausal Bone Loss: A New Model. J Bone Miner Res 1999;14(9):1473-7.
7. Harlap S. The benefits and risks of hormone replacement therapy: An Epidemiologic overview. Am J Obstet Gynecol 1988;166(6,pt2):1986-92.
8. Lems WJ, Jacobs JWG, Bijlsma JWJ. Corticosteroid-induced osteoporosis. Rheumatology in Europe 1995;24(suppl 2):76-9.

http://www.irwanashari.com/peran-kalsium-dan-vitamin-d-pada-metabolisme-tulang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar